Podcast Sepupus

Degung merupakan salah satu gamelan khas dan asli hasil kreativitas masyarakat Sunda [https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sunda]. Gamelan yang kini jumlahnya telah berkembang dengan pesat, diperkirakan awal perkembangannya sekitar akhir abad ke-18 [https://id.wikipedia.org/wiki/Abad_ke-18]/awal abad ke-19 [https://id.wikipedia.org/wiki/Abad_ke-19]. Jaap Kunst yang mendata gamelan di seluruh Pulau Jawa dalam bukunya Toonkunst van Java (1934 [https://id.wikipedia.org/wiki/1934]) mencatat bahwa degung terdapat di Bandung (5 perangkat), Sumedang [https://id.wikipedia.org/wiki/Sumedang] (3 perangkat), Cianjur [https://id.wikipedia.org/wiki/Cianjur] (1 perangkat), Ciamis [https://id.wikipedia.org/wiki/Ciamis] (1 perangkat), Kasepuhan [https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Keraton_Kasepuhan_Cirebon&action=edit&redlink=1] (1 perangkat), Kanoman [https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Keraton_Kanoman_Cirebon&action=edit&redlink=1] (1 perangkat), Darmaraja [https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Darmaraja&action=edit&redlink=1] (1 perangkat), Banjar [https://id.wikipedia.org/wiki/Banjar] (1 perangkat), dan Singaparna [https://id.wikipedia.org/wiki/Singaparna] (1 perangkat). Masyarakat Sunda dengan latar belakang kerajaan yang terletak di hulu sungai, kerajaan Galuh [https://id.wikipedia.org/wiki/Galuh] misalnya, memiliki pengaruh tersendiri terhadap kesenian degung, terutama lagu-lagunya yang yang banyak diwarnai kondisi sungai, di antaranya lagu Manintin, Galatik Manggut, Kintel Buluk, dan Sang Bango. Kebiasaan marak lauk masyarakat Sunda selalu diringi dengan gamelan renteng dan berkembang ke gamelan degung. Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa, yaitu bahwa kata “degung” berasal dari kata "ngadeg" (berdiri) dan “agung” (megah) atau “pangagung” (menak; bangsawan), yang mengandung pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat bangsawan. E. Sutisna, salah seorang nayaga Degung Parahyangan, menghubungkan kata “degung” dikarenakan gamelan ini dulu hanya dimiliki oleh para pangagung (bupati). Dalam literatur istilah “degung” pertama kali muncul tahun 1879 [https://id.wikipedia.org/wiki/1879], yaitu dalam kamus susunan H.J. Oosting. Kata "De gong" (gamelan, bahasa Belanda [https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Belanda]) dalam kamus ini mengandung pengertian “penclon-penclon yang digantung”. Gamelan yang usianya cukup tua selain yang ada di keraton Kasepuhan (gamelan Dengung) adalah gamelan degung Pangasih di Museum Prabu Geusan Ulun [https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Prabu_Geusan_Ulun], Sumedang. Gamelan ini merupakan peninggalan Pangeran Kusumadinata (Pangeran Kornel [https://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Kornel]), bupati Sumedang (1791 [https://id.wikipedia.org/wiki/1791]—1828 [https://id.wikipedia.org/wiki/1828]).

sebwah bentuk support system untuk kalian yang sedang pdkt tapi eweuh kawani :)

Gilang, Aby, dan Raffi mencoba berbicara bahasa indonesia, tapi anger we anying sunda deui sunda dui wae lah :( gapapa yah mwah....

episode pertama podcast ngeluh tentang keresahan terhadap mbak-mbak populer instagram. hhe :')